Kajian Tokoh
K.H.Mas Mansur
Keteladanan
tokoh KH.Mas Mansur
Jarang sekali
sekarang ini ditemukan tokoh seperti KH Mas Mansur, seorang ulama besar dan
menjadi pemimpin organisasi besar yaitu Muhammadiyah.Beliau dikenal sebagai
sosok kiai yang sederhana, cerdas, sabar, taqwa dan tawakal.Nah oleh sebab itu
sosok seperti Mas Mansur sungguh dibutuhkan baik persyarikatan dan bangsa ini
agar segera terlepas dari berbagai persoalan.
KH Mas Mansur
dilahirkan pada tanggal 25 Januari 1986 di Surabaya.Ayahnya bernama Kiai Mas
Ahmad seorang ulama yang cukup terkenal di Jawa Timur dan ibunya adalah Raulah,
wanita yang berasal dari keluarga yang kaya.Karena ayahnya seorang mubaligh
secara otomatis Mas Mansur kecilnya mendapatkan pendidikan agama yang
mendalam.Di usianya beranjak 10 tahun dia dikirim oleh orang tuanya kepada Kiai
Khalil di Bangkalan Madura untuk belajar ilmu Agama.
Setelah
menginjak usia remaja rasa kehausan untuk menutut ilmu dalam diri Mas Mansur
terus membara. Maka pada tahun 1908 dia belajar ke timur tengah 2 tahun di
Mekah, selanjutnya melanjutkan ke Universitas Al-Azhar Mesir.
Saat di Mesir
ia mulai tertarik dengan disiplin ilmu lain seperti : sosial politik yang
sedang berkembang di Negeri Pyramid. Hal ini dapat terjadi lantaran negri
asalnya sedang dijajah bangsa_lain.Berbekal dengan ilmu yang diraihnya maka
setelah kembali ke Indonesia Mas Mansur aktif dalam organisasi baik yang
sifatnya religius dan nasionalisme.Mas Masnsur sangat ingin memperbaiki citra
umat Islam di Indonesia. Sebab dalam keadaan dijajah kondisi umat sungguh
memprihatinkan dan cenderung dimarjinalkan dengan kelompok yang lain. Padahal
mayoritas penduduk Indonesia pada itu adalah beragama Islam.
Semasa itu
orang Islam dikenal dengan keterbelakanganya yaitu : kebodohan dan kemiskinan.
Dua perkara itulah yang hendak dihilangkan oleh Mas Mansur, mengapa orang Islam
dianggap bodoh ?Sebab saat itu pesantren yaitu lembaga pendidikan Islam hanya
mengajarkan seputar ilmu agama mereka cukup bangga dengan Kitab Kuningnya.Dan
mengganggap ilmu diluar itu semua haram sehingga tidak boleh untuk dipelajari.
Sebab di mata
mereka (kaum santri-baca) ilmu sosial dan eksak yang diajarkan di sekolah umum
adalah ilmu yang dibawa oleh kaum penjajah padahal mereka kafir.Karena
pandangan yang keliru ini akhirnya umat Islam mengalami ketertinggalan dalam
ilmu pengetahuan.
Lalu mengapa
waktu itu banyak orang Islam itu miskin karena pos-pos kekuasaan pemerintah
dikuasi oleh penjajah. Mereka hanya dijadikan obyek pemerasan, seperti para
petani disuruh menanam padi dan hasilnya
75 % disetor kepada penjajah. Apabila tidak mau membayar upeti maka harus
berakhir didalam jeruji besi atau kematian.
Untuk segera
merealisasikan ide, gagasan tersebut maka pada tahun 1917 beliau mendirikan
sebuah Madrasah yaitu Mufidah, yang menggabungkan kurikulum pasantren dan
sekolah umum.Sehingga siswa yang sekolah disitu selain mendapatkan ilmu agama
juga mendapatkan ilmu umum seperti Ilmu hitung, sosial.Sejak saat itulah Mas
Mansur dikenal sebagai mujadid (pembaharu) ulama modern khususnya di Jawa
Timur.Akan tetapi hal itu tidak berjalan lancar karena banyak juga ulama-ulama
di Jatim yang menolak model pembelajaran Islam ala Mas Mansur.
Selain itu
beliau aktif dalam berbagai organisasi salah satu organisasi yang pertama diikuti
adalah Syarikat Islam pimpinan HOS Cokroaminoto. Saat menggeluti organisasi
tersebut ia pernah memangku jabatan sebagai Penasehat Pengurus Besar Syarikat
Islam. Tahun 1921 KH Ahmad Dahlan berkunjung ke rumah Mas Massur di Surabaya
untuk bersilaturohmi.Dan pertemuan itu adalah pertemuan pertama kedua ulama
besar tersebut.
Kiai Dahlan
melakukan diskusi panjang lebar dengan Kiai Mansur terutama permasalahan umat
Islam waktu itu. Karena merasa sepemahaman dan sangat tertarik dengan
ide,gagasan Dahlan maka Mas Mansur memutuskan untuk bergabung dan berjuang
melalui Muhammadiyah. Sebagai bentuk komitmen terhadap Organisasi Muhammadiyah
selang beberapa hari kemudian.Beliau bersama Pakih Hasyim mendirikan cabang
Muhammadiyah di Surabaya.
Karir
organisasi KH Mas Mansur cukup gemilang khususnya di Muhammadiyah melalui
Konggres Muhammadiyah ke 29 di lapangan Asri Yogyakarta.Para peserta konggres
menunjuknya sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah (1937-1942).Mendengar
berita tersebut Mas Mansur segera bergegas dari Kantor PP Muhammadiyah lama
(wil notoprajan) pergi kampung Kauman untuk menemui Nyai Dahlan Istri pendiri
Muhammadiyah.
“ Bu saya
terpilih menjadi ketua Muhammadiyah”, ujar Mas Mansur kepada Nyai Dahlan. Sahut
wanita itu “ Baguslah kalau gitu dan selamat untukmu anakku”, “ Kedatangan saya
disini mohon didoakan agar diri saya mempunyai sifat mulia yaitu : kesabaran,
kemajuan, ketaqwaan dan tawakal”. “Insyaallah saya doakan” tutur Nyai Dahlan
dan Mas Mansur langsung memohon pamit kepadanya
Dibawah
kepemimpinan Mas Mansur Muhammadiyah mengalami perkembangan yang cukup
pesat.Hal ini dapat dilihat dari banyaknya berdiri ranting-ranting baru
Muhammadiyah diseluruh pelosok negri dan sekolah Muhammadiyah berdiri
dimana-mana. Selain itu Muhammadiyah mulai dikenal sebagai gerakan Islam Modern
disamping dari model sekolahnya juga Muhammadiyah aktif menyampaikan tabliq
kepada umat sehingga kaum muslim bisa keluar dari bentuk kegiatan takhayul,
khurafat dan bid’ah.
Model
kepemimpinan KH Mas Mansur kepada Muhammadiyah tidak lepas dari 4 sifat mulia
tersebut. Selain dikenal sebagai ulama besar Mas Mansur juga disebut sebagai
tokoh pergerakan nasional, karena aktif dalam gerakan PUTERA (Pusat Tenaga
Rakyat) bersama ketiga temanya yaitu : Ir Sukarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar
Dewantara. Sehingga ada istilah empat serangkai dan hal itu tidak bisa lepas
dari keberadaan Mas Mansur
Sungguh besar
bentuk kontibusi beliau bagi kemajuan agama Islam dan bangsa Indonesia.Sampai
akhirnya jatuh pada 24 April 1945 bangsa ini gempar karena ada berita ada
seorang ulama dan tokoh nasional telah wafat.Siapa lagi kalau tidak KH Mas
Mansur. Nah siapakah yang siap untuk meneruskan perjuangannya ?
Kepribadian
K.H.Mas Mansur
Sebelum
Muhammadiyah Cabang Surabaya didirikan, K.H. Ahmad Dahlan sudah sering
melakukan tabligh ke daerah ini.Tabligh-tabligh itu dilaksanakan berupa
pengajian yang diselenggarakan di Peneleh, Surabaya.Dalam pengajian-pengajian
itulah Bung Karno muda dan Roeslan Abdul Gani muda, untuk pertama kalinya
mendengarkan penjelasan tentang ajaran Islam dari K.H. Ahmad Dahlan.
Setiap
melaksanakan tabligh di Surabaya, K.H. Ahmad Dahlan biasanya bermalam di
penginapan. Namun, suatu malam ia didatangi seorang tamu yang memintanya agar
setiap K.H. Ahmad Dahlan ke Surabaya bersedia untuk menginap di rumahnya. Tamu
itu ialah Kiai Haji Mas Mansur. Mas Mansur selalu mengikuti pengajian yang
diberikan oleh K.H. Ahmad Dahlan, dan ia sangat tertarik oleh isi kajian yang
diberikannya, serta tertarik juga akan kesederhanaannya.
Mas Mansur
lahir pada hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 di Surabaya.Ibunya bernama Raudhah,
seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo, Wonokromo,
Surabaya. Ayahnya bernama K.H. Mas Ahmad Marzuqi, seorang pioneer Islam, ahli
agama yang terkenal di Jawa Timur pada masanya. Dia berasal dari keturunan
bangsawan Astatinggi Sumenep, Madura.Dia dikenal sebagai imam tetap dan khatib
di Masjid Agung Ampel Surabaya, suatu jabatan terhormat pada saat itu.
Masa kecilnya
dilalui dengan belajar agama pada ayahnya sendiri.Di samping itu, dia juga
belajar di Pesantren Sidoresmo dengan Kiai Muhammad Thaha sebagai gurunya.Pada
tahun 1906, ketika Mas Mansur berusia sepuluh tahun, dia dikirim oleh ayahnya
ke Pondok Pesantren Demangan, Bangkalan, Madura. Di sana, dia mengkaji
Al-Qur‘an dan mendalami kitab Alfiyah ibn Malik kepada Kiai Khalil. Belum lama
dia belajar di sana, kurang lebih dua tahun, Kiai Khalil meninggal dunia,
sehingga Mas Mansur meninggalkan pesantren itu dan pulang ke Surabaya.
Sepulang dari
Pesantren Demangan pada tahun 1908, oleh orang tuanya disarankan untuk
menunaikan ibadah haji dan belajar di Makkah pada Kiai Mahfudz yang berasal
dari Pondok Pesantren Termas, Jawa Tengah. Setelah kurang lebih empat tahun
belajar di sana, situasi politik di Saudi memaksanya pindah ke Mesir. Penguasa
Arab Saudi, Sultan Syarif Hussen, mengeluarkan instruksi bahwa orang asing
harus meninggalkan Makkah supaya tidak terlibat sengketa itu.Pada mulanya ayah
Mas Mansur tidak mengizinkannya ke Mesir, karena citra Mesir (Kairo) saat itu
kurang baik di mata ayahnya, yaitu sebagai tempat bersenang-senang dan
maksiat.Meskipun demikian, Mas Mansur tetap melaksanakan keinginannya tanpa
izin orang tuanya.Kepahitan dan kesulitan hidup —karena tidak mendapatkan
kiriman uang dari orang tuanya untuk biaya sekolah dan biaya hidup— harus
dijalaninya.Oleh karena itu, dia sering berpuasa Senin dan Kamis dan
mendapatkan uang dan makanan dari masjid-masjid. Keadaan ini berlangsung kurang
lebih satu tahun, dan setelah itu orang tuanya kembali mengiriminya dana untuk
belajar di Mesir.
Di Mesir, dia
belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh Ahmad Maskawih. Suasana Mesir
pada saat itu sedang gencar-gencarnya membangun dan menumbuhkan semangat
kebangkitan nasionalisme dan pembaharuan. Banyak tokoh memupuk semangat rakyat
Mesir, baik melalui media massa maupun pidato. Mas Mansur juga memanfaatkan
kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang tersebar di media massa dan
mendengarkan pidato-pidatonya. Ia berada di Mesir selama kurang lebih dua tahun.
Sebelum pulang ke tanah air, terlebih dulu dia singgah kembali ke Makkah selama
satu tahun, dan pada tahun 1915 dia pulang ke Indonesia.
Sepulang dari
belajar di Mesir dan Makkah, ia menikah dengan puteri Haji Arif yaitu Siti
Zakiyah yang tinggalnya tidak jauh dari rumahnya. Dari hasil pernikahannya itu,
mereka dikaruniai enam orang anak, yaitu Nafiah, Ainurrafiq, Aminah, Muhammad
Nuh, Ibrahim dan Luk-luk.Disamping menikah dengan Siti Zakiyah, dia juga
menikah dengan Halimah.Dia menjalani hidup dengan istri kedua ini tidak
berlangsung lama, hanya dua tahun, karena pada tahun 1939 Halimah meninggal
dunia.
Langkah awal
Mas Mansur sepulang dari belajar di luar negeri ialah bergabung dalam Syarikat
Islam.Peristiwa yang dia saksikan dan alami baik di Makkah, yaitu terjadinya
pergolakan politik, maupun di Mesir, yaitu munculnya gerakan nasionalisme dan
pembaharuan merupakan modal baginya untuk mengembangkan sayapnya dalam suatu
organisasi.Pada saat itu, SI dipimpin oleh HOS.Cokroaminoto, dan terkenal
sebagai organisasi yang radikal dan revolusioner.Ia dipercaya sebagai Penasehat
Pengurus Besar SI.
Selain itu,
Mas Mansur juga membentuk majelis diskusi bersama Abdul Wahab Hasbullah yang
diberi nama Taswir al-Afkar (Cakrawala Pemikiran). Terbentuknya majelis ini
diilhami oleh keadaan masyarakat Surabaya yang diselimuti kabut
kekolotan.Masyarakat sulit diajak maju, bahkan mereka sulit menerima pemikiran
baru yang berbeda dengan tradisi yang mereka pegang.Taswir al-Afkar merupakan
tempat berkumpulnya para ulama Surabaya yang sebelumnya mereka mengadakan
kegiatan pengajian di rumah atau di surau masing-masing.Masalah-masalah yang
dibahas berkaitan dengan masalah-masalah yang bersifat keagamaan murni sampai
masalah politik perjuangan melawan penjajah.
Aktivitas
Taswir al-Afkar itu mengilhami lahirnya berbagai aktivitas lain di berbagai
kota, seperti Nahdhah al-Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang menitikberatkan
pada pendidikan. Sebagai kelanjutan Nahdhah al-Wathan, Mas Mansur dan Abdul
Wahab Hasbullah mendirikan madrasah yang bernama Khitab al-Wathan (Mimbar Tanah
Air), kemudian madrasah Ahl al-Wathan (Keluarga Tanah Air) di Wonokromo, Far’u
al-Wathan (Cabang Tanah Air) di Gresik dan Hidayah al-Wathan (Petunjuk Tanah
Air) di Jombang. Kalau diamati, dari nama yang dimunculkan, yaitu wathan yang
berarti tanah air, maka dapat diketahui bahwa kecintaan mereka terhadap tanah
air sangat besar. Mereka berusaha mencerdaskan bangsa Indonesia dan berusaha
mengajak mereka untuk membebaskan tanah air dari belenggu penjajah. Pemerintahan
sendiri tanpa campur tangan bangsa lain, itulah yang mereka harapkan.
Taswir
al-Afkar merupakan wadah yang diskusinya, mau tidak mau permasalahan yang
mereka diskusikan, merembet pada masalah khilafiyah, ijtihad dan
madzhab.Terjadinya perbedaan pendapat antara Mas Mansur dengan Abdul Wahab
Hasbullah mengenai masalah-masalah tersebut yang menyebabkan Mas Mansur keluar
dari Taswir al-Afkar.
Kepemimpinan
K.H.Mas Mansur
Mas Mansur
juga banyak menghasilkan tulisan-tulisan yang berbobot. Pikiran-pikiran pembaharuannya
dimuat di media massa. Majalah yang pertama kali diterbitkan bernama Suara
Santri. Kata santri digunakan sebagai nama majalah, karena pada saat itu kata
santri sangat digemari oleh masyarakat. Oleh karena itu, majalah Suara Santri
mendapat sukses yang gemilang.Majalah Jinem merupakan majalah kedua yang pernah
diterbitkan oleh Mas Mansur.Majalah ini terbit dua kali sebulan dengan
menggunakan bahasa Jawa dengan huruf Arab (pegon).Kedua majalah tersebut
merupakan sarana untuk menuangkan pikiran-pikirannya dan mengajak para pemuda
melatih mengekspresikan pikirannya dalam bentuk tulisan.Melalui majalah itu,
Mas Mansur mengajak kaum muslimin untuk meninggalkan kemusyrikan dan
kekolotan.Selain itu, Mas Mansur pernah menjadi redaktur majalah Kawan Kita di Surabaya.
Tulisan-tulisan
Mas Mansur pernah dimuat di majalah Siaran dan majalah Kentungan di Surabaya;
Penganjur dan Islam Bergerak di Yogyakarta; Panji Islam dan Pedoman Masyarakat
di Medan dan Adil di Solo. Di samping melalui majalah-majalah, Mas Mansur juga
menuliskan ide dan gagasannya dalam bentuk buku, antara lain yaitu Hadis
Nabawiyah; Syarat Syahnya Nikah; Risalah Tauhid dan Syirik; dan Adab al-Bahts
wa al-Munadlarah.
Selain aktif
dalam bidang tulis-menulis, dia juga aktif dalam organisasi, meskipun aktivitas
organisasi menyita waktunya dalam dunia jurnalistik.Pada tahun 1921, Mas Mansur
masuk organisasi Muhammadiyah. Aktivitas Mas Mansur di Muhammadiyah membawa
angin segar dan memperkokoh keberadaan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan.
Tangga-tangga yang dilalui Mas Mansur selalu dinaiki dengan mantap.Hal ini
terlihat dari jenjang yang dilewatinya, yakni setelah Ketua Cabang Muhammadiyah
Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur.Puncak dari
tangga tersebut adalah ketika Mas Mansur menjadi Ketua Pengurus Besar
Muhammadiyah pada tahun 1937-1943.Mas Mansur dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus
Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada bulan
Oktober 1937.
Banyak hal
pantas dicatat sebelum Mas Mansur terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar
Muhammadiyah.Suasana yang berkembang saat itu ialah ketidakpuasan angkatan
muda Muhammadiyah terhadap kebijakan Pengurus Besar Muhammadiyah yang terlalu
mengutamakan pendidikan, hanya mengurusi persoalan sekolah-sekolah
Muhammadiyah, tetapi melupakan bidang tabligh (penyiaran agama Islam).
Angkatan muda Muham-madiyah berpendapat bahwa Pengurus Besar Muhammadiyah hanya
dikuasai oleh tiga tokoh tua, yaitu K.H. Hisyam (Ketua Pengurus Besar), K.H.
Mukhtar (Wakil Ketua), dan K.H. Syuja’ sebagai Ketua Bahagian PKO (Penolong
Kesengsaraan Oemoem).
Situasi
bertambah kritis ketika dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada
tahun 1937, Ranting-ranting Muhammadiyah lebih banyak memberikan suara kepada
tiga tokoh tua tersebut.Kelompok muda di lingkungan Muhammadiyah semakin
kecewa.Namun setelah terjadi dialog, ketiga tokoh tersebut ikhlas mengundurkan
diri.
Setelah mereka
mundur lewat musyawarah, Ki Bagus Hadikusumo diusulkan untuk menjadi Ketua
Pengurus Besar Muhammadiyah, namun ia yang menolak. Kiai Hadjid juga menolak
ketika ia dihubungi untuk menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Perhatian
pun diarahkan kepada Mas Mansur (Konsul Muhammadiyah Daerah Surabaya). Pada
mulanya Mas Mansur menolak, tetapi setelah melalui dialog panjang ia bersedia
menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah.
Pergeseran
kepemimpinan dari kelompok tua kepada kelompok muda dalam Pengurus Besar
Muhammadiyah tersebut menunjukkan bahwa Muhammadiyah saat itu sangat
akomodatif dan demokratis terhadap aspirasi kalangan muda yang progresif demi
kemajuan Muhammadiyah, bukan demi kepentingan perseorangan.Bahkan Pengurus
Besar Muhammadiyah pada periode Mas Mansur juga banyak didominasi oleh angkatan
muda Muhammadiyah yang cerdas, tangkas, dan progresif.
Sebagai Ketua
Pengurus Besar Muhammadiyah, Mas Mansur bertindak disiplin dalam berorganisasi.
Sidang-sidang Pengurus Besar Muhammadiyah selalu diadakan tepat pada
waktunya.Demikian juga dengan para tamu Muhammadiyah dari daerah-daerah.
Berbeda dari Pengurus Besar Muhammadiyah sebelumnya yang seringkali
menyelesaikan persoalan Muhammadiyah di rumahnya masing-masing, Mas Mansur
selalu menekankan bahwa kebiasaan seperti itu tidak baik bagi disiplin
organisasi, karena Pengurus Besar Muhammadiyah telah memiliki kantor sendiri
beserta segenap karyawan dan perlengkapannya. Namun ia tetap bersedia untuk
menerima silaturrahmi para tamu Muhammadiyah dari daerah-daerah itu di rumahnya
untuk urusan yang tidak berkaitan dengan Muhammadiyah.
Kepemimpinannya
ditandai dengan kebijaksanaan baru yang disebut Langkah Muhammadiyah
1938-1949.Ada duabelas langkah yang dicanangkan.Mas Mansur juga banyak membuat
gebrakan dalam hukum Islam dan politik ummat Islam saat itu.Yang perlu juga
dicatat, Mas Mansur tidak ragu mengambil kesimpulan tentang hukum bank, yakni
haram, tetapi diperkenankan, dimudahkan, dan dimaafkan, selama keadaan memaksa
untuk itu. Ia berpendapat bahwa secara hukum bunga bank adalah haram, tetapi ia
melihat bahwa perekonomian ummat Islam dalam kondisi yang sangat
memprihatinkan, sedangkan ekonomi perbankan saat itu sudah menjadi suatu sistem
yang kuat di masyarakat. Oleh karena itu, jika ummat Islam tidak memanfaatkan
dunia perbankan untuk sementara waktu, maka kondisi perekonomian ummat Islam
akan semakin turun secara drastis. Dengan demikian, dalam kondisi keterpaksaan
tersebut dibolehkan untuk memanfaatkan perbankan guna memperbaiki kondisi
perekonomian ummat Islam.
Dalam dunia
politik ummat Islam saat itu, Mas Mansur banyak melakukan gebrakan.Sebelum
menjadi Ketua PB Muhammadiyah, Mas Mansur sebenarnya sudah banyak terlibat
dalam berbagai aktivitas politik ummat Islam. Setelah menjadi Ketua PB
Muhammadiyah, ia mulai melakukan gebrakan politik yang cukup berhasil bagi
ummat Islam dengan memprakarsai berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)
bersama K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Wahab Hasbullah yang keduanya dari Nahdlatul
Ulama (NU). Ia juga memprakarsai berdirinya Partai Islam Indonesia (PII)
bersama Dr. Sukiman Wiryasanjaya sebagai perimbangan atas sikap non-kooperatif
dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Demikian juga ketika Jepang
berkuasa di Indonesia, Mas Mansur termasuk salah seorang dari empat orang tokoh
nasional yang sangat diperhitungkan, yang terkenal dengan sebutan empat serangkai,
yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Mas Mansur.
Keterlibatannya
dalam empat serangkai mengharuskannya pindah ke Jakarta, sehingga jabatan
ketua PB Muhammadiyah diserahkan kepada Ki Bagus Hadikusumo. Namun, kekejaman
pemerintah Jepang yang luar biasa terhadap rakyat Indonesia menyebabkannya
tidak tahan dalam aktivitas empat serangkai tersebut, sehingga ia memutuskan
untuk kembali ke Surabaya, dan kedudukannya dalam empat serangkai digantikan
oleh Ki Bagus Hadikusumo.
Ketika pecah
perang kemerdekaan, Mas Mansur belum sembuh benar dari sakit. Namun, ia tetap
ikut berjuang memberikan semangat kepada barisan pemuda untuk melawan
kedatangan tentara Belanda (NICA). Akhirnya, ia ditangkap oleh tentara NICA dan
dipenjarakan di Surabaya. Di tengah pecahnya perang kemerdekaan yang berkecamuk
itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946.Jenazahnya
dimakamkan di Gipo Surabaya.
Atas
jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia ia diangkat sebagai Pahlawan
Nasional bersama H. Fakhruddin.
dosen : Dirgantara Wicaksono
mata kuliah : pengembangan pembelajaran PKN di SD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar