Selasa, 02 Juni 2015

MAKALAH Administrasi, Bimbingan dan Konseling Pendidikan, Teori Sosial dan Antropologi


BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Kemajuan berpikir dan kesadaran manusia akan diri dan dunianya, telah mendorong terjadinya globalisasi. Situasi global membuat kehidupan semakin kompetitif dan membuka peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang lebih baik. Dampak positif dari kondisi global telah mendorong manusia untuk terus berfikir, meningkatkan kemampuan, dan tidak puas terhadap apa yang dicapainya pada saat ini. Adapun dampak negatif dari globalisasi, terjadinya keresahan hidup di kalangan masyarakat yang semakin meningkat karena banyaknya konflik, stress, kecemasan, dan frustasi.Dengan demikian, kita harus sadar bahwa hidup dan kehidupan kita berhiaskan masalah, baik masalah yang datang dari diri kita sendiri maupun masalah yang datang dari luar. Namun, dengan niat yang kuat serta pemberian bantuan dari konselor dalam lingkup bimbingan konseling maka akan berhasil menyelesaikan (to solve) masalah-masalah yang dihadapi.


B.Rumusan Masalah
1.  Apa pengertian Administrasi dan Administrasi pendidikan ?
2. Apa Dasar, Tujuan, Bidang Garapan, dan Fungsi-fungsi Administrasi Pendidikan ?
3. Apa pengertian Bimbingan dan Konseling ?
4. Apa Tujuan dan Fungsi dari Bimbingan Konseling dalam kehidupan sehari-hari ?
5.  Bagaimanakah Teori-teori Ilmu Sosial ?
6. Bagaimanakah Konsep Ilmu Sosial ?
7. Apa Latar Belakang Antropologi ?
8. Apa saja Pendekatan dan Teori Antropologi ?





BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Administrasi
           Sondang P Siagian  MPA.PHD Administrasi keseluruhan proses kerja sama antara dua orang   atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
           Drs.The Liang Gie Administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilaksanakan oleh sekolompok orang dalam bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
           Drs.Soebari Trisna Administrasi adalah keseluruhan proses penyelenggaraan dalam usaha kerja sama dua orang atau lebih dengan secara rasional untuk mencapai tujuan yang telah dkitetapkan sebelumnya secara efesien.
           Depdinas RI Administrasi ialah usaha bersama untuk mendayagunakan semua sumber (personal maupun material) secara efektif dan efesien guna untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
2.A.Pengertian Administrasi Pendidikan
           Drs.M.Ngalim Purwanto Administrasi Pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan penintegrasian segala sesuatu baik personal ,spiritual dan material yang bdersangkut paut dengan tercapainya tujuan pendidikan.
           Depdiknas RI Administrasi pendidikan adalah suatu proses kseleruhan kegiatan bersama dalam dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan ,pengorganisasian ,pengarahan ,pengkoorcdinasiaan,pengawasan,pembiyaan dan pelaporan dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersdia ,baik oersonal ,material maupun sepritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efesien dan efektif.
           Sedangkan menurut pendapat para ahli yang lainnya Adminitrasi pendidikan adalah suatu cara bekerja dengan orang –orang dalam rangka usaha mencapai tujuan pendidikan yang efektif ,yang berarti mendatangkan hasil yang baik dan tepat ,sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditentukan.atau administrasi pendidikan adalah semua kegiatan sekolah yang meliputi usaha-usaha besar seperti perumusan polis,pengarahan usaha ,koordinasi,konsultasi ,korespondensi,control dan seterusnya ,sampai kepada usaha-usaha kecil dan sederhana seperti menjaga sekolah ,menyapu halaman dan lain sebagainya .
           Dengan beberapa pengertian tersebut di atas ,mka perlu ditegaskan disini sebagai berikut;
a.    Bahwa seluruh administrasi pendidikan itu merupakan proses keseluruhan dan kegiatan-kegiatan bersama yang harus dilakukan oleh semua pihak yang ada sangkut pautnya dengan tugas-tugas pendidikan.
b.   Bahwa administrasi pendidikan itu mencakup kegiatan-kegiatan yang luas yang meliputi kegiatan perencanaan ,pengorganisasian,pengarahan dan pengawasan ,khususnya dalam bidang pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah.
c.    Bahwa administrasi pendidikan itu bukan hanya sekedar kegiatan tata usaha seperti dilakukan di kantor-kantor ,inspeksi pendidikan lainnya. 
B. Dasar administrasi.
           Adapun dasar administrasi adalah sebagai berikut;
a.    Efesiensi,seorang administrasi akan berhasil dalam tugasnya bilamana dia   efesien dalam menggunakansemua sumber tenaga  dana dan fasilitas yang  ada.
b.   Prinsip pengelolaan,administrator akan memperoleh yang paling efektif dan efesien melalui orang lain dengan jalan melakukan pekerjaan menejemen yakni merencanakan ,mengorganisasikan,mengarahkan dan mengontrol.
c.    Prinsip mengutamakan tugas pengelolaan,maksudnya adalah sebagai petugas seorang administrator harus mengutamakan tugas pokonya ketimbang tugas  lain yang sifatnya penunjang.
d.   Prinsip kepemimpinan yang efektif yakni memperhatikan dimensi-dimensi   hubungan antar manusia (human  relationship) ,dimensi pelaksanaan tugas dan dimensi situasi(sikon) yang ada.
e.    Prinsip kerja sama,seorang administrator akan berhasil baik dalam tugasnya bila ia mampu mengemban kerja sama di antara orang-orang yang terlibat, baik secara horixontal maupun secara vertical.



C.Tujuan Administrasi  Pendidikan
   Tujuan administrasi pendidikan adalah agar semua kegiatan yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Kemudian menurut Sergiovani dan Carver  adalah efektivitas produksi,efesien,kemampuan menyesuaikan diri,dan kepuasan kerja.
           Sedangkan tujuan administrasi pendidikan di Indonesia yang dilaksanakan di sekolah juga bersumber dari tujuan pendidikan Nasional yang digariskan dalam GBHN adalah meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa,mempertinggi budi pekerti,atau memiliki kepribadian mempertebal semangat kebangsaan agar menjadi manusia pembangunan ,memiliki kecerdasan serta terampil.
D.Bidang Garapan administrasi.
a. Administrasi tata laksana sekolah yang meliputi;
1.Organisasi dan Struktur
2.Otorisasi dan anggaran
3.Kepegawaian
4.Perlengkapan dan perbekalan
5.Keuangan dan pembukuan
6.Korespondensi/surat menyurat
7.Laporan
8.Pengangkatan,penempatan dan pemindahan serta pemberhentian
9.Pengisian buku pokok (induk) raport dsb.
b. Administrasi personal guru dan pegawai sekolah melipuiti;
1. Pengangkatan dan penempatan guru
2. Organisasi personal guru
3. Masalah kepegawaian dan kesejahteraan guru
 4. Rencana orientasi bagi tenaga guru baru
5. kondiute dan penilaian kemajuan guru
6. Inserrvise training dan up-grading guru.
c. Administrasi murid melipuiti;
    1. Organisasi dan perkumpulan murid
    2. Masalah kesehatan dan kesejahteraan murid
    3. penilaian dan pengukuran murid
    4. Bimbingan dan penyuluhan.
d. Supervisi Pengajaran meliputi;
    1. Usaha membangkitkan dan merangsang semangat guru
    2. Usaha mengembanngkan,mencari dan menggunakan metode baru
    3. Mengusahakan cara-cara menilai hasil pendidikan dan pengajaran
    4. Usaha mempertinggi mutu dan pengalaman guru.
e.Pelaksanaan dan pembinaan kurikulum meliputi;
    1. Mempedomani dan merealisasikan apa yang tercantum dalam kurikulum
    2. Menyusun dan melaksanakan organisasi kurikulum beserta materi,sumber  Dan metode.
    3. Menuruti atau megikuti kurikulum yang sudah ada juga berhak atau boleh  Memilih atau menambah materi atau metode  yang sesuai dengan kebutuhan.
f. Pendirian dan perencanaan bangunan sekolah meliputi;
   1. cara memilih letak dan menentukan luas tanah yang dibutuhkan
   2. Mengusahakan merencanakan dan menggunakan pendirian gedung sekolah
   3. Menentukan jumlah dan luas ruangan kelas,kantor,asrama ,lapangan olah  Raga halaman sekolah dll.
   4. Cara penggunaan sarana dan prasarana serta pemeliharaannya dan lain2.
g. Hubungan masyarakat meliputi;
            Hal ini hubungan antara sekolah dengan sekolah ,pemerintah/instransi yang Terkait,dan hubungan masyarakat pada umumnya. 
E.Fungsi fungsi Administrasi Pendidikan
           Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang fungsi administrasi pendidikan adalah sebagai berikut;’
1.Perencanaan.
           Setiap program ataupun konsepsi memerlukan perencanaan terlebih dahulu sebelum melaksanakan.Perencanaan adalah cara menghampiri masalah.Dalam penghampiran masalah itu si perencana berbuat merumuskan apa saja yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
           Perencanaan merupakan sarat mutlak bagi kegiatan administrasi,tanpa perencanaan suatu kegiatan akan mengalami kesulitan dan bahkan kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan .
           Didalam kegiatan perencanaan ada dua factor yang harus diperhatikan ,yaitu factor  tujuan  dan factor sarana ,baik sarana personal maupun sarana material.
           Sedangkan langkah-langkah dalam perencanaan meliputi;
a.    Menentukan dan merumuskan tujuan yang hendak dicapai.
b.   Meneliti masalah –masalah atau pekerjaan-pekerjaanyang akan dilakukan
c.    Mengumpulkan data-data dan informasi yang diperlukan.
d.   Menentukan tahap-tahap atau rangkaian tindakan.
e.    Merumuskan bagaimana masalah-masalah itu akan dipecahkan dan bagaimana pekerjaan-pekerjaan itu akan diselesaikan.
       Syarat-syarat perencanaan adalah sebagai berikut;
a.    Perencanaan harus didasarkan atas tujuan yang jelas.
b.   Bersifat sederhana ,realitas dan jelas.
c.    Terinci memuat segala uraian serta klasifikasi kegiatan dan rangkaian tindakan sehingga mudah dipedomani dan dijalankan.
d.   Memilki fleksibelitas sehingga mudah disesuaikan dengan kebutuhan serta situasi dan kondisi sewaktu-waktu.
e.    Terdapat pertimbangan antara bermacam-macam bidang akan digarap dalam perencanaan itu .Menurut urgensi masing-masing.
f.    Diusahakan adanya penghematan tenaga,biaya,dan waktu serta kemungkinan penggunaan sumber daya dan dana yang tersedia dengan sebaik-baiknya,
g.   Diusahakan agar sedapat mungkin tidak terjadi adanya duplikasi pelaksanaan.
Dengan kata lain perencanaan dapat berarti pula memikirkan tentang penghematan tenaga,biaya dan waktu,juga membatasi kesalahan –kesalahan yang mungkin terjadi dan menghindari adanya duplikasi-duplikasi atau tugas-tugas /pekerjaan rangkap yang dapat menghambat jalan penyelesaiannya.
2. Pengorganisasian.
           Pengorganisasian merupakan aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan kerja antara orang-orang sehingga terwujudnya suatu kesatuan usaha dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
           Pengorganisasian sebagai fungsi adminiatrsi pendidikan menjadi tugas utama bagi para pemimpin pendidikan termasuk kepala sekolah,terutama dalam kegiatan sehari-hari di sekolah terdapat berbagai macam pekerjaan yang memerlukan kecakapan dan ketrampilan dan tanggung jawab yang berbeda-beda.
           Kemudian yang perlu diperhatikan dalam pengorganisasian antara lain ialah pembagian tugas,wewenang dan tanggung jawab ,hendaknya disesuaikan dengan pengalaman,bakat,minat,pengetahuan dan kepribadian masing-masing orang-orang yang diperlukan dalam menjalankan tugas.
           Fungsi Organisasi dapat diartikan bermacam-macam yaitu;
a.       Sebagai pemberi struktur terutama dalam penyusunan /penempatan personal,pekerjaan-pekerjaan materilan dan pikiran=pikirandi dalam struktur.
b.      Sebagai menetapkan hubungan antara orang –orang,kewajiban-kewajiban,hak-hak dan tanggung jawab masing-masing anggota disusun menjadi pola-pola kegiatan yang tertuju pada tercapainya tujuan .
c.       Sebagai alat untukmempersatukan usaha-usaha untuk menyelesaikan pekerjaan.       
Organisasi yang baik hendaklah memiliki cirri-ciri atau sifat sebagai berikut;
a.    Memiliki tujuan yang jelas.
b.   Tiap anggota memahami dan menerima tujuan tersebut.
c.    Adanya kesatuan arah sehingga dapat menimbulkan kesatuan tindakan dan  kesatruan pikiran.
d.   Adanya kesatuan perintah,para bahwahan hanya mempunyai seorang atasan langsung daripadanya ia menerima perintah atau bimbingan dan kepada siapa ia harus mempertanggung jawabkan hasil pekerjaannya.
e.    Adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab masing-masing anggota.
f.    Adanya pembagian tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan,keahlian dan bakat masing-masing.Sehingga dapat menimbulkan kerja sama yang harmonis dan kooperatif.
Pengkoordinasian,
     Adanya bermacam- macam tugas/pekerjaan yang dilakukan oleh banyak orang ,memerlukan adanya koordinasi dari seorang pemimpin.
     Adanya koordinasi yang baik dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya persaingan yang tidak sehat atau kesimpang siuran dalam tindakan.
       Kita mengetahui bahwa rencana/program-program pendidikan yang harus di laksanakan di-sekolah-sekolah sifatnya sangat kompleks dan sangat mengandung banyak segi yang saling bersangkut paut satu sama lain.
     Sifat komplek yang dipunyai oleh program pendidikan di sekolah menunjukkan sangat perlunya tindakan-tindakan yang di koordinasi kan atau dengan kata lain koordinasi ialah aktivitas membawa orang-orang material.pikiran-pikiran,tehnik-tehnik,tujuan-tujuan kedalam hubungan yang harmonis dan produktif dalam mencapai suatu tujuan.
Komunikasi.
     Komunikasi dalam setiap bentuk adalah suatu proses yang hendak mempengaruhi sikap dan perbuatan orang-orang  dalam struktur organisasi.
     Kemudian didalam komunikasi diperlukan motivasi dengan memperhatikan unsure-unsur sebagai berikut;
1.   Adanya keinginan untuk berhasil.
2.   Kejelasan tindakan yang harus diambil/dianjurkan.
3.   Keyakinan bahwa perubahan yang dianjurkan akan membawa hasil positif.
4.   Keyakinan adanya kesempatan yang sama bagi semua anggota.
5.   Keinginan akan adanya kebebasan untuk menentukan ,menolak ataupun menerima apa yang dianjurkan.
6.   Adanya tendensi untuk menilai (berdasarkan moral dan etika yang dianutnya) apa yang dianjurkan  sebelum melaksanakan.
Supervisi.
     Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervise,dimana pengawsan bertanggung jawab tentang kefektifan program.Oleh karena itu supervise haruslah meneliti ada tidaknya kondisi-kondisi yang akan memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.
Dengan kata kata lain fungsi terpenting supervise adalah sebagai berikut;
1.   Menentukan kondisi-kondisi atau syarat-syarat apakah yang diperlukan.
2.   Memenuhi/mengusahan syarat-syarat yang di perlukan .
Kepegawaian.
           Masalah yang diperlukan dalam didalam kegiatan-kegiatan kepegawaian ialah pemberian motivasi kepada para pegawai agar selalu bekerja giat,kesejahteraan pegawai,insentif dan penghargaan atau jasa-jasa mereka.Kondite dan bimbingan untuk  dapat lebih maju.kemudian adanya kesempatan untuk mengapgrade diri,masalah pemberhentian dan pensiun pegawai.
Pembiayaan.
           Pembiayaan ini dapat diibarakan bensin bagi sebuah mobil atau motor. Mengingat pentingnya biaya bagi setiap organisasi ,tanpa biaya yang mencukupi tidak mungkin terjamin kelancaran jalannya suatu organisasi.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembiayaan adalah sebagai berikut;
1.   Rencanakan tentang beberapa pembiayaan yang diperlukan,
2.    Dari mana dan bagaimana biaya itu dapat diperoleh/diusahakan.
3.   Bagaimana penggunaannya.
4.   Siapa yang melaksanakannya.
5.   Bagaimana pembukuan dan pertanggung jawabannnya.
6.   Bagaimana pengawasan dan lain-lain.
Penilaian.
     Evaluasi sebagai fungsi administrasi pendidikan adalah aktivitas untuk meneliti dan mengetahui sampai dimana pelaksanaan yang dilakukan didalam proses keseluruhan organisasi dalam mencapai hasil yang sesuai dengan rencana atau program yang telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan.Dengan kata lain supervise atau evaluasi selanjutnya dapat diusahakan bagaimana cara-cara memperbaikinya.
3.Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian tetang bimbingan formal telah diusahakan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908. Sejak itu muncul rumusan tetang bimbingan sesuai dengan perkembangan pelayanan bimbingan, sebagai suatu pekerjaan yang khas yang ditekuni oleh para peminat dan ahlinya. Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli memberikan pengertian yang saling melengkapi satu sama lain.
Maka untuk memahami pengertian dari bimbingan perlu mempertimbangkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
“Bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih,mempersiapkan diri dan memangku suatu jabatan dan mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya” (Frank Parson ,1951).
Frank Parson merumuskan pengertian bimbingan dalam beberapa aspek yakni bimbingan diberikan kepada individu untuk memasuki suatu jabatan dan mencapai kemajuan dalam jabatan. Pengertian ini masih sangat spesifik yang berorientasi karir.
“Bimbingan membantu individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri” (Chiskolm,1959).
Pengertian bimbingan yang dikemukan oleh Chiskolm bahwa bimbingan membantu individu memahami dirinya sendiri, pengertian menitik beratkan pada pemahaman terhadap potensi diri yang dimiliki.
“Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu” (Bernard & Fullmer ,1969).
Pengertian yang dikemukakan oleh Bernard & Fullmer bahwa bimbingan
dilakukan untuk meningkatakan pewujudan diri individu. Dapat dipahami bahwa bimbingan membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
“Bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses belajar yang sistematik” (Mathewson,1969).
Mathewson mengemukakan bimbingan sebagai pendidikan dan pengembangan yang menekankan pada proses belajar. Pengertian ini menekankan bimbingan sebagai bentuk pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh melalui proses belajar.
Dari beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli maka dapat diambil kesimpulan tentang pengertian bimbingan yang lebih luas, bahwa bimbingan adalah :
“Suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkunganya serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat”
Pengertian Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah (disebut konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan konseling karir. Selanjutnya juga diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan tetapi yang berpusat pada klien (client centered).
Sedangkan konseling menurut Prayitno dan Erman Amtidalam buku Dasar-Dasar Bimbingan Konseling (2004:105) adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
Pengertian Bimbingan Konseling
Pengertian bimbingan konseling adalah Pelayanan bantuan untuk peserta didik baik individu/kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam hubungan pribadi, sosial, belajar, karir; melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku. Dengan demikian, setiap bimbingan itu pasti konseling dan setiap konseling belum tentu bimbingan.
Bimbingan dan konseling yang berkembang pada saat ini adalah bimbingan dan konseling perkembangan. Visi bimbingan dan konseling adalah edukatif, perkembangan, dan outreach.Edukatif, karena titik berat kepdulian bimbingan dan konseling terletak pada pencegahan dan pengembangan, bukan pada korekif atau terapeutik , walaupun hal itu tetap ada dalam kepedulian bimbingan dan konseling perkembangan. Pengembangan, karena titik sentral tujuan bimbingan dan konseling terletak pada perkembangan optimal dan strategi upaya upaya pokoknya memberikan kemudahan bagi perkembangan bagi individu melalui perekayasaan lingkungan perkembangan. Outreach, kerena target populasi layanan bimbingan dan konseling tidak terbatas kepada individu bermasalah dan dilakukan secara individual tetapi meliputi ragam dimensi (masalah, target intervensi, setting, metode, lama waktu layanan) dalam rentang yang cukup lebar. Teknik yang digunakan dalam bimbingan dan konseling perkembangan adalah pembelajaran, pertukaran informasi, bermain peran, tutorial, dan konseling (Muro and Kotman, 1995:5)

4.Tujuan dan Fungsi Bimbingan konseling
a.Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan Bimbingan dan Konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud, 1994 : 5).
b. Tujuan Khusus
Secara khusus layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier.
Bimbingan pribadi – sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi – sosial dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggung-jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.
Ditinjau dari segi sifatnya, layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi sebagai :
a. Fungsi Pencegahan (preventif)
Layanan Bimbingan dan Konseling dapat berfungsi pencegahan artinya : merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang diberikan berupa bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, program bimbingan karier, inventarisasi data, dan sebagainya.
b. Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa pemahaman ini mencakup :
1) Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
2) Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalam lingkungan keluarga dan sekolah) terutama oleh siswa sendiri, orangtua, guru, dan guru pembimbing.
3) Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (terutama di dalamnya informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan dan/atau karier dan informasi budaya/nilai-nilai terutama oleh siswa.
c. Fungsi Perbaikan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih menghadapi masalah-masalah tertentu. Disinilah fungsi perbaikan itu berperan, yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan terpecahnya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami siswa.
d. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
Fungsi ini berarti bahwa layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan dapat membantu para siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah, dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-hal yang dipandang positif agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian, siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
5.Teori Ilmu Sosial
1.      Teori Interaksi simbolis (Menurut Noeng Muhadjirin dalan Tjipto .2009: 81)
Konsep interaksi simbolik bertolak pada tujuh posisi dasar, yaitu:  
a.       Bahwa perilaku manusia itu mempunyai .makna dibalik yang menggejala,  sehingga diperlukan metoda untuk mengungkapkan perilaku yang terselubung.
b.      Pemaknaan kemanusiaan manusia perlu dicari sumbernya pada interaksi sosial manusia. Manusia membangun lingkungannya, manusia membangun dunianya, dan kesemuanya dibangn berdasrkan simpati, dengan bentuk tertinggi mencintai sesama manusia dan mencintai Tuhan.
c.       Bahwa masyarakat manusia itu merupakan proses yang berkembang holistik, tidak terpisah, tidak linier, dan tidak terduga.
d.      Perilaku manusia itu berlaku berdasarkan penafsiran fenomenologik, yaitu berlangsung atas maksud, pemaknaan dan tujuan, bukan di tujukan atas proses mekamik atau otomatik, perilaku manusia bertujuan dan tidak terduga.
e.       Konsep mental manusia itu berkembang dialektik, mengakui adanya tesis, antithesis, dan sintesis, sifatnya idealitik bukan materialistik.
f.       Perilaku manusia itu wajar, dan konstruktif kreatif, bukan elementer reaktif.
g.      Perlu di gunakan metoda instrospeksi simpatetik, menekankan pendekatan intuitif untuk menangkap makna (Muhadjir, dalam Tjipto 2009: 82).
Dari perspektif simbolik, semua organisasi sosial terdiri dari para pelaku yang mengembangkan definisi tentang suatu situasi atau prspektif lewat proses interpretasi dan mereka bertindak dalam makna definisi tersebut.
2.      Teori Etnografi (Menurut Bogdan Dan Bilken Dalam Tjipto .2009: 83)
a.       dijelaskan bahwa kerangka kerja yang digunakan dalam melaksanakan studi antropologi adalah konsep tentang kebudayaan (the concept of culture). Usaha untuk mendiskripsikan budaya atau aspek budaya disebut (ethnography). Budaya merupakan pengetahuan yang diperoleh seseorang dan digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman yang menghassilkan sesuatu (Spradly dalam Tjipto, 2009: 83).
b.      Beberapa antropologi mendefinisikan kebudayaan sebagai “Pengetahuan perolehan yang digunakan orang untuk menafsirkan pengalaman dan membuahkan tingkahlaku” (Spradly dalam Tjipto, 2009: 83).
c.       Peneliti Etnografi agar dapat mencapai tujuan perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
        Peneliti dituntut memiliki pengetahuan dan dedikasi yang tingi, sebab etnografi diperlukan pengamatan, interaksi dengan responden, atau anggota komunitas tertentu dalam waktu yang relative lama.
        Etnografi umumnya tidak tertarik dengan generalisasi seperti pada penelitian  psikometrik, tetapi lebih tertarik untuk memotret kondisi apa adanya.
        Fokus etnografi adalah situasi nyata dan setting secra alamiah dimana orang beraktifitas dan berhubungan sosial dengan anggota masyarakat lainnya.
        Etnografi menempatkan pada perlunya koleksi dan interpretasi data dari hipotesis yang sudah diterapkan.
         Etnografi bergerak dari data dalam mencari hipotesis, bukan hipotesis mencari data.
Dari hipotesis yang dibangun peneliti, etnografi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Naturalistic Ecological Hypotheses (NEH) dan Qualitative Phenomenological Hypothesis (QHP). Naturalistic Ecological Hypothesis menyatakan bahwa konteks duania perilaku terjadi pada subjek yang diteliti, memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku subjek tersebut. Sedangakan dalam penelitian Qualitatif Phenomenological Hypothesis lebih mengkonsentrasikan etnografi dibnding dengan psikometrik, karena peneliti lebih percaya bahwa perilaku manusia tidak dapat dimengerti dengan lebih baik tanpa meleburkan diri bersama (incorporating) kedalam pengamatan persepsi subjek serta system kepercayaan diri mereks yang terlibat dalam penelitian.
Teori diskriptif (William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Menggambarkan apa-apa yang nyata-nyata terjadi dilapangan (memotret apa adanya). Artinya, semua kegiatan sosial yang terjadi di lapangan di gambarkan secara nyata. Misalnya seorang bocah membantu  seorang nenek yang tua renta hendak menyeberang jalan. Sehingga apa yaang terjadi tersebut digambarkan dengan sebenar-benarnya, tanpa adanya rekayasa.
Teori pre-skriptif (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Menggambarkan perubahan-perubahan untuk melakukan pembaharuan, koreksi dan perbaikan suatu proses teori dan fenomena tertentu.
Teori Normatif (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Pada dasarnya mempersoalkan peranan suatu kebijaksanaan/ perundang-undangan/ peraturan tertentu.
Teori asumtif  (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Lebih memusatkan perhatian pada usaha-usaha untuk memperbaiki suatu praktek dengan memahami hakekat suatu fenomena yang terjadi dalam lingkungannya.
Teori instrumental  (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Bermaksud untuk melakukan konseptualisasi mengenai cara-cara memperbaiki suatu teknis sehingga dapat dibuat sebagai sasaran yang lebih realistik (tools of analysis).
Teori hubungan manusia (human relation theory) (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Menitik beratkan bahwa norma-norma sosial merupakan faktor kunci dalam menentukan sikap, perilaku dan tindakan seseorang terutama dalam lingkungan kerja.
Teori pengambilan keputusan (decesion making theory) ( Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Lebih mengkonsentrasikan diri pada analisa proses pengambilan keputusan, apakah mempergunakan model statistik, model optimasi, model informasi, model simulasi, model liniar programming, model critical path scheduling, model inventory, model site location, ataukah model resources allocation, dan sebagainya (catatan : pada beberapa fakultas dan program training sudah merupakan mata pelajaran tersendiri).
Teori perilaku (behavior theory)  (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Orientasi yang dikembangkan adalah efesiensi dan sasaran dengan cara mengintegrasikan komponen-komponen anggota organisasi, struktur dan prosesnya. Dengan kata lain teori perilaku lebih memahami pentingnya aspek dan faktor manusia sebagai alat utama untuk mencapai tujuan organisasi ( catatan : teori perilaku ini juga sudah merupakan mata kuliah tersendiri sebagai mata kuliah perilaku organisasi).
Teori sistem (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Merupakan suatu cara pendekatan yang memandang bahwa setiap fenomena mempunyai berbagai komponen yang saling berinteraksi satu sama lain agar dapat bertahan hidup (survival). Dalam sistem memiliki beberapa unsur sistem antara lain : unsur lingkungan, unsur masukan (input), unsur pengelola (konversi/throught put), unsur keluaran (out put/product), unsur efek atau unsur akibat (consequences), dan unsur umpan balik (feed back)
Teori kontingensi (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Sebagai perkembangan dari teori sistem yang dipersamakan dengan pendekatan situasional yang mengakui adanya dinamika dan kompleksitas antar hubungan (interaksi sosial).
Teori deskriptif eksplanatori (Menurut William L.Morrow, Stephen P.Robbin, Stephen K.Bailey, 1986)
Menjelaskan keaneka ragaman isi yang terkandung dalam fenomena lingkungan nyata (cenderung ke metode content analysis, discourse analysis, framing analysis).
Sosiologi adalah ilmu positip  (Menurut August Comte)
Masyarakat. Ia menggunakan kata positip yang artinya empiris. Jadi sosiologi baginya adalah studi empiris tentang masyarakat. Menurut August Comte, obyek studi dari sosiologi adalah tentang masyarakat, ada dua unsure yaitu struktur masyarakat yang disebut statika sosial dan proses-proses sosial di dalam masyarakat yang disebut dinamika sosial.
Teori Struktural Fungsional (Konstruksionisme)  (Menurut Talcott Parson)
Teori ini menjelaskan tingkah laku manusia berdasarkan suatu sistem sosial yang terbentuk oleh jaringan hubungan berbagai fungsi yang ada dalam suatu masyarakat, yaitu fungsi-fungsi seperti : peran, status, pendapatan, pekerjaan dll. Hubungan antara fungsi-fungsi sosial tersebut dianggap sama dengan hubungan antara fungsi-fungsi biologis dalam suatu organisme.
Teori Struktural Historis (Menurut Max Weber)
Dimana tingkah laku manusia seakan-akan ditentukan hanya oleh pranata ekonomi dengan tekanan khusus, padahal kenyataannya bahwa tingkah laku manusia berhubungan langsung dengan hubungan produksi yang melibatkannya.
Teori Struktural Historis  (Menurut Hegel)
Dengan demikian orang-orang yang mempunyai akses terhadap faktor-faktor produksi akan mempunyai bentuk tingkah laku yang berbeda dari mereka yang tidak memiliki akses tersebut.
Teori Struktural Historis (Menurut Karl Marx)
Relasi produksi tersebut menimbulkan klas-klas sosial dalam masyarakat, dan tingkah laku sosial sebetulnya tidak lebih dari masalah yang muncul dari pertarungan antar kelas.
Teori Struktural A-Historis (Menurut Levi Strauss)
Teori ini beranggapan bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh beberapa struktur apriori yang asal-usulnya tidak dapat dijelaskan oleh perkembangan sejarah, bahkan sebaliknya sejarah dibentuk oleh watak struktur-struktur tersebut.
Teori Fenomenologi (Menurut Muhadjir, Dalam Tjipto 2009: 68)
Pendekatan fenomenologi mengakuai adanya kebenaran empiric etik yang memerlukan akal budi untuk melacak dan menjelasskan serta berargumentasi. Akal budi ini mengandung makna bahwa kita perlu menggunakan criteria lebih tinggi lagi dari sekedar true or false.
6.Konsep Ilmu Sosial
Kita tidak dapat membayangkan jika kehidupan manusia tidak berada dalam masyarakat (sosial). Karena manusia adalah makhluk sosial, mereka tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia membutuhkan orang lain untuk  bisa bertahan hidup (survive). Kesalingketergantungan itu akan menjadikan suatu kerja sama yang bersifat tetap dan menghasilkan bentuk masyarakat tertentu.
Secara keilmuan, terdapat banyak teori tentang masyarakat maupun sosial. Sebelum lahirnya teori-teori sosial raksasa, seperti Thomas Hobbes (yang dikenal dengan teori individualisme instrumental dengan diktumnya homo homini lupus), Adam Smith yang dikenal teori sistem sosial dengan invisible hand-nya tentang system yang terintegrasi, Karl Marx yang dikenal dengan teori konflik dan kekuasaan, Durkheim yang dikenal dengan teori struktur dan fungsi, Max Weber yang dikenal dengan teori tindakan sosial dan birokrasi rasional, serta Alfred Schutz yang dikenal dengan pendekatan fenomenologisnya(Campbell, 1994:61-231).
            Mereka semua telah memberikan kontribusi yang bermakna dalam memahami, apa itu manusia dan apa itu masyarakat manusia? Karena hingga sekarang tidak ada teori sosial yang disetujui bersama.
            Konsep kita mengenai social (masyarakat) pun mendasar bagi pemahaman diri kita sendiri. Dengan kata-kata Aristoteles, manusia adalah seekor hewan sosial, yakni bahwa ia tidak bisa hidup terus di luar sebuah kelompok sosial, tetapi apakah kita tergantung pada masyarakat kita hanya sebagai  dukungan dari luar untuk pemeliharaan kehidupan pribadi kita, ataukah kita tidak memiliki kehidupan lepas dari hubungan-hubungan social kita? Bagaimana kita menjawab pertanyaan tersebut tidak lepas dari gambaran yang kita miliki tentang masyarakat atau sosial(Campbell, 1994:7).
            Istilah sosial (social dalam bahasa Inggris) dalam ilmu sosial memiliki arti yang berbeda-beda, misalnya istilah sosial dalam sosialisme dengan istilah Departemen Sosial, jelas keduanya mailiki arti yang sangat jauh berbeda. Menurut Soekanto (1993: 464) istilah sosial pun berkenaan dengan perilaku interpersonal, atau yang berkaitan dengan proses-proses sosial.
            Secara keilmuan, masyarakat yang menjadi objek kajian ilmu-ilmu sosial, dapat dilihat sebagai sesuatu yang terdiri dari berbagai segi. Dilihat dari segi ekonomi, akan membahas tentang usaha-usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan materialnya dari bahan-bahan yang terbatas ketersediaannya. Sedangkan dari segi politik, berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dalam masyarakat. Berbeda dengan psikologi sosial, yang pada hakikatnya mempelajari perilaku manusia sebagai individu secara sosial. Selain itu terdapat antropologi budaya yang lebih menekankan pada masyarakat dan kebudayaannya, dan begitu seterusnya untuk ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti geografi sosial, sejarah, maupun sosiologi.
            Istilah ilmu sosial menurut Ralf Dahrendorf, seorang ahli sosiolog Jerman dan penulis buku Class and Class Conflict in Industrial Society yang dikenal sebagai pencetus Teori Konflik Non-Marxis, merupakan suatu konsep yang ambisius untuk mendefinisikan seperangkat disiplin akademik yang memberikan perhatian pada aspek-aspek kemasyarakatan manusia.Ilmu-ilmu sosial, mungkin istilah tersebut merupakan bentuk yang lebih tepat. Ilmu-ilmu sosial mencakup sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, geografi sosial, politik, bahkan sejarah walaupun di satu sisi ia termasuk ilmu humaniora (Dahrendorf, 2000: 999).
            Istilah ilmu sosial tidak begitu saja dapat diterima di tengah-tengah kalangan akademisi. Sciences Sociale dan Sizialwissenschaften adalah istilah-istilah yang lebih mengena, meski keduanya juga membuat “menderita” karena diinterpretasikan terlalu luas maupun terlalu sempit (Dahrendorf, 2000: 1000). Ironisnya, ilmu sosial yang dimaksud sering hanya untuk mendefinisikan sosiologi, atau hanya teori sosial sintetis.
            Berjalannya waktu tidak banyak membantu dalam mengusahakan diterimanya konsep itu. Ilmu-ilmu sosial tumbuh dari dari filsafat moral. Di kalangan filsuf moral Skotlandia, kajian ekonomi politik selalu diikuti oleh kajian isu-isu sosial yang lebih luas, meski tidak disebut sebagai ilmu sosial. Comte menyebutnya science social, dari Charles Fourier (1808), untuk mendeskripsikan keunggulan disiplin sintetis dari bangunan ilmu. Sedikitpun ia tidak ragu bahwa metode ilmu sosial sama sekali tidak berbeda dengan ilmu-ilmu alam.
            Ternyata penggunaan metode ilmu sosial yang digagas oleh Comte tersebut cukup mengaburkan gambaran metodologis tentang ilmu-ilmu sosial. Sistem sosial memiliki empat subsistem, yakni ekonomi, politik, budaya, dan system integratif. Dengan demikian, ekonomi, ilmu politik, kajian budaya, dan integrasi sosial (sosiologi) merupakan disiplin yang berhubungan dan interdependen. Turunan dari sistem sosial, yakni semua subsistem tersebut memerlukan analisis yang serupa.
            Pandangan beberapa ahli tentang ilmu-ilmu sosial, tidak sepesimis Ralf Dahrendorf, namun ia pun tetap kritis terhadap pandangan-pandangan yang menyeret ilmu sosial. Untuk ilmu kealaman (sains) yang kemudian sering didefinisikan sebagai pencarian hukum-hukum mengenai alam yang tetap benar, mengatasi segala ruang dan waktu (Wallerstein, 1997: 4). Sedangkan untuk ilmu-ilmu sosial, Wallerstein lebih menekankan pada suatu perilaku sosial yang menekankan jauh melebihi kearifan secara turun-temurun dan merupakan hasil deduksi dari padatnya pengalaman hidup manusia sepanjang zaman.
7.Latar Belakang teori Antropologi
      Antropologi berasal dari bahasa Yunani Anthropos yang berarti manusia danLogos yang berarti wacana (dalam pengertian "bernalar", "berakal").
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Terlepas dari jenis penelitian tentang Antropologi maka harus memperoleh banyak informasi tentang pendekatan Antropologi baik secara umum atau khusus yang digunakan dalam ilmu social. Fungsi dari pendekatan ini adalah untuk mengetahui peistiwa-peristiwa yang dialami oleh manusia, yang menyangkut kajian tentang satu hal atau lebih secara intensif. Data yang dikumpulkan dapat diperoleh dengan berbagai cara. Pendekatan antropologi ini di samping digunakan dalam penelitian ilmu social, juga dapat memberikan kesimpulan yang berlaku untuk umum.
Pendekatan dan teori-teori yang digunakan dalam Antropologi tidak sama. Terdapat beberapa pendekatan dan teori yang berbeda dari para Antropolog. Itulah sebabnya makalah ini ditulis untuk mengetahui bagaimana pendekatan dan teori-teori Antropologi tersebut.
8.Pendekatan Antropologi
            Studi kebudayaan adalah sentral dalam antropologi. Bidang kajian utama antropologi adalah kebudayaan dan dipelajari melalui pendekatan. Berikut 3 macam pendekat utama yang biasa dipergunakan oleh para ilmuwan antropologi.
a.       Pendekatan holistic :
Kebudayaan dipandang secara utuh (holistik). Pendekatan ini digunakan oleh para pakar antropologi apabila mereka sedang mempelajari kebudayaan suatu masyarakat. Kebudayaan di pandang sebagai suatu keutuhan, setiap unsur di dalamnya mungkin dipahami dalam keadaan terpisah dari keutuhan tersebut. Para pakar antropologi mengumpulkan semua aspek, termasuk sejarah, geografi, ekonomi, teknologi, dan bahasa. Untuk memperoleh generalisasi (simpulan) tentang suatu kompleks kebudayaan seperti perkawinan dalam suatu masyarakat, para pakar antropologi merasa bahwa mereka harus memahami dengan baik semua lembaga (institusi) lain dalam masyarakat yang bersangkutan.



b.      Pendekatan komparatif :
Kebudayaan masyarakat pra-aksara. Pendekatan komparatif juga merupakan pendekatan yang unik dalam antropologi untuk mempelajari kebudayaan masyarakat yang belum mengenal baca-tulis (pra-aksara). Para ilmuwan antropologi paling sering mempelajari masyarakat pra-aksara karena 2 alasan utama. Pertama, mereka yakin bahwa setiap generalisasi dan teori harus diuji pada populasi-populasi di sebanyak mungkin daerah kebudayaan sebelum dapat diverifikasi. Kedua, mereka lebih mudah mempelajari keseluruhan kebudayaan masyarakat-masyarakat kecil yang relatif homogen dari pada masyarakat-masyarakat modern yang kompleks. Masyarakat-masyarakat pra-aksara yang hidup di daerah-daerah terpencil merupakan laboratorium bagi para ilmuwan antropologi.
c.       Pendekatan historic :
Pengutamaan asal-usul unsur kebudayaan. Pendekatan dan unsur-unsur historik mempunyai arti yang sangat penting dalam antropologi, lebih penting dari pada ilmu lain dalam kelompok ilmu tingkah laku manusia. Para ilmuwan antropologi tertarik pertama-tama pada asal-usul historik dari unsur-unsur kebudayaan, dan setelah itu tertarik pada
unsur-unsur kebudayaan yang unik dan khusus.
2.2 Teori Teori Dalam Antropologi
a.       Teori Evolusi Deterministrik
            Adalah teori tertua dan dikembangkan oleh 2 tokoh pertama dalam antropologi, ialah Edward Burnet Tylor (1832-1917) dan Lewis henry Morgan (1818-1889). Teori ini berangkat dari anggapan bahwa ada suatu hukum (aturan) universal yang mengendalikan perkembangan semua kebudayaan manusia. Menurut teori ini setiap kebudayaan mengalami evolusi melalui jalur dan fase-fase yang sudah pasti.
b.      Teori Difusi
            Perkembangan sejarah unsur-unsur kebudayaan manusia di awali oleh seorang sarjana bernama F. Ratzel (1844-1904). Dia adalah seorang sarjana Ilmu hayat merangkap ilmu bumi, yang memberiakn suatu anggapan bahwa Kebudayaan manusia itu pangkalnya satu, dan di satu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu makhluk manusia baru saja muncul di dunia ini. Kemudian, kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecah ke dalam banyak kebudayaan baru, karena pengaruh keadaan lingkungan dan waktu. Dalam proses pemecahan itu bangsa-bangsa pemangku kebudayaan-kebudayaan baru tadi tidak tetap tinggal terpisah. Sepanjang masa di muka bumi ini senantiasa terjadi gerak perpindahan bangsa-bangsa yang saling berhubungan serta pengaruh mempengaruhi. 

Teori difusionisme memiliki kelebihan yang patut menjadi catatan dalam kajian antropologi. Teori difusi memiliki kelebihan karena merupakan pandangan awal yang menyatakan bahwa kebudayaan yang ada merupakan sebaran dari kebudayaan lainnya. Di samping itu, dari sini terdapat cara pandang baru yang meletakkan dinamika dan perkembangan kebudayaan tidak hanya dalam bentang waktu saja, tetapi juga dalam bentang ruang, sebagaimana yang diperlihatkan oleh Perry dan Smith dalam pemikirannnya. Kelebihan lainnya adalah para pengusung teori ini telah menggunakan analisis komparatif yang berlandaskan pada standar kualitas dan kuantitas dalam menentukan wilayah persebaran kebudayaan sebagaimana yang yang mereka yakini. Kelebihan lainnya adalah para penyokong teori ini sangat memperhatikan setiap detail catatan mengenai kebudayaan sehingga mereka mendapatkan beragam hubungan atau keterkaitan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Dan kelebihan yang terpenting dari teori ini adalah penekanan mereka pada penelitian lapangan untuk mendapatkan data yang lebih dan akurat, sebagaimana yang diperlihatkan oleh Boas yang kemudian diikuti oleh para murid yang menjadi pengikutnya selanjutnya.
Teori difusionisme tidak lepas pula dari beragam kelemahan atau kekurangan. Secara umum, teori difusi kebudayaan memiliki kelemahan dari sisi data karena tidak memilki dukungan data yang cukup dan akurat dan  pengumpulan data tidak dilakukan melalui prosedur dan metode penelitian yang jelas. Hal ini misalnya tampak pada kesimpulan teori ini yang mengatakan bahwa peradaban-peradaban kuno di bumi sebenarnya berasal dari orang-orang Mesir. Hal ini memperlihatkan pandangan para pengusungnya yang sangat Mesir-Sentris hanya karena kekaguman mereka dan keterpesonaan mereka dengan kebudayaan negeri Fir’aun ini setelah lama melakukan penelitian di tempat ini.
Kelemahan lain yang ada dalam teori ini adalah terletak pada metode yang mereka gunakan dalam melakukan penelitian yang tidak memperbandingkan kebudayaan-kebudayaan yang saling berdekatan. Dalam penelitiannya, para pengusung teori ini hanya melakukannya berdasarkan pada ketersediaan data yang ada saja karena pada kenyataannya untuk sampai pada sebuah kesimpulan sebagaimana di atas mereka tidak pernah melakukan penelitian lapangan yang menjadi tuntutan untuk mengemukakan sebuah pernyataan yang berujung pada
pembentukan diri.
                        Kelemahan lainnya yang terdapat dalam teori ini adalah karena keterikatan mereka dengan catatan sejarah sebagai bagian dari model teori yang mereka gunakan. Akibatnya, tidak semua sejarah yang berkaitan dengan suku-suku tertentu dapat diungkapkan karena beragam sebab yang diantaranya karena belum adanya peneliti yang melakukan kajian terhadap suku tersebut. Hal ini sebagaimana yang dikritik oleh Malinowski dan Brown yang melakukan penelitian sejarah terhadap suku yang masih sederhana di kalangan orang Andaman. Tetapi karena keterbatasan data yang menerangkan mengenai keberadaan mereka, maka penelitian dengan menggunakan teori difusi sebagaimana yang dikemukakan oleh Boas dan kawan-kawannya.
c.       Teori Fungsionalisme
            Teori ini dikembangkan oleh Bronislaw Malinowski (1884-1942) yang selama Perang Dunia II mengisolir diri bersama penduduk asli pulau Trobrian untuk mempelajari cara hidup mereka dengan jalan melakukan observasi berperanserta (participant observation). Ia mengajukan teori fungsionalisme, yang berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan merupakan bagian-bagian yang berguna bagi masyarakat di mana unsur-unsur tersebut terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsional atas kebudayaan menekankan bahwa setiap pola tingkah-laku, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat, memerankan fungsi dasar di dalam kebudayaan yang bersangkutan.
     Ada dua hal yang paling menonjol yang diutarakan oleh Grabb mengenai fungsionalis:
1. Pengamat berkeyakinan bahwa jika struktural fungsionalis menguraikan tugas-tugas masyarakat sebagai fungsi, maka mereka sebenarnya mempromosikan pandangan bahwa struktur-struktur dan institusi-institusi dari masyarakat yang ada adalah baik dan ideal yang berfungsi dengan baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Implikasinya adalah, bahwa setiap perubahan dalam tatanan yang sudah mantap dalam konteks ini niscaya disfungional yakni terganggunya kerja masyarakat yang setabil, jadi para pengeritik berkeyakinan bahwa struktural fungsionalis secara tersirat mengadopsi begitu saja pandangan bahwa struktur sosial itu tidak berubah, kadang-kadang dikombinasikan dengan diabaikannya perubahan sosial.
2. Gagasan fungsi berkenaan dengan bagaimana kita memutuskan, andai kata sesuatu berfungsi atau tidak berfungsi struktur atau institusi atas dasar apakah struktur atau institusi tersebut memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Bagi kritikus penilaian semata-mata atas dasar ini menyiratkan bahwa suatu struktur atau sistem aturan dianggap fungsional selama ini ia memenuhi tugas-tugas tertentu dalam masyarakat yang terpenting tak soal konsekwensi-konsekwensinya.
d.      Teori Strukturalisme
Teori Strukturalisme adalah strategi penelitian untuk mengungkapkan struktur pikiran manusia, yakni struktur dari poses pikiran manusia yang oleh kaum strukturalis dipandang sama secara lintas budaya. strukturalisme adalah fenomena sosial yang secara internal dihubungkan dan diatur sesuai dengan beberapa pola yang tidak disadari. Strukturalisme adalah metodologi yang menekankan struktur daripada substansi dan hubungan daripada hal. Hal ini menyatakan bahwa sesuatu selalu keluar hanya sebagai elemen dari penanda suatu sistem.
e.       Teori Antropologi Kognitif
Bidang antropologi kognitif berfokus pada studi tentang hubungan antara budaya manusia dan pikiran manusia. Antropolog kognitif mempelajari bagaimana orang memahami dan mengatur material objek, peristiwa, dan pengalaman yang membentuk dunia mereka sebagai orang yang mereka belajar memahaminya.





















BAB III
PENUTUP

1.Kesimpulan
Adminitrasi pendidikan adalah suatu cara bekerja dengan orang –orang dalam rangka usaha mencapai tujuan pendidikan yang efektif ,yang berarti mendatangkan hasil yang baik dan tepat ,sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditentukan.atau administrasi pendidikan adalah semua kegiatan sekolah yang meliputi usaha-usaha besar seperti perumusan polis,pengarahan usaha ,koordinasi,konsultasi ,korespondensi,control dan seterusnya ,sampai kepada usaha-usaha kecil dan sederhana seperti menjaga sekolah ,menyapu halaman dan lain sebagainya .
Ilmu social dasar adalah salah satu mata kuliah softskill yang merupakan mata kuliah yang wajib diberikan di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Mata kuliah ini menitik beratkan pada usaha untuk mengembangkan kepribadian para mahasiswa, berbeda dengan mata kuliah bantu adalah yang bertujuan untuk menopang keahlian dalam disiplin ilmunya
            Konsep kita mengenai social (masyarakat) pun mendasar bagi pemahaman diri kita sendiri. Dengan kata-kata Aristoteles, manusia adalah seekor hewan sosial, yakni bahwa ia tidak bisa hidup terus di luar sebuah kelompok sosial, tetapi apakah kita tergantung pada masyarakat kita hanya sebagai  dukungan dari luar untuk pemeliharaan kehidupan pribadi kita, ataukah kita tidak memiliki kehidupan lepas dari hubungan-hubungan social kita? Bagaimana kita menjawab pertanyaan tersebut tidak lepas dari gambaran yang kita miliki tentang masyarakat atau sosial(Campbell, 1994:7).
Antropologi berasal dari bahasa Yunani Anthropos yang berarti manusia danLogos yang berarti wacana (dalam pengertian "bernalar", "berakal"). Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
2.Saran
Dalam penyusunan makalah ini, saya menyadari bahwa apa yang saya tulis masih banyak terjadi kesalahan-kesalahan, baik dari segi isi (materi) dan sistematika penulisan. Oleh karena itu, saya meminta sumbang saran dan pemikiran yang sifatnya membangun, demi kesempurnaan makalah ini, sehingga menjadi suatu bahan bacaan yang dapat bermanfaat untuk setiap orang yang membacanya.



DOSEN : DIRGANTARA WICAKSONO 
MATA KULIAH : PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PKN DI SD 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar